Tuesday 29 March 2016

Keuramat ureung Aceh di era modern

Tags

Keuramat ureung Aceh di era modernKata keuramat di Aceh bukanlah kata yang asing. Saya sudah terbiasa dengan kata keuramat semenjak Sekolah Dasar.

Saat melihat orang tua yang sedikit pendiam dan sering memakai jibah putih kami akan saling berbisik:
Hai… ureung tuha nyan keuramat geuh…

Arti keuramat yang sebenarnya baru saya tahu saat sudah SMA, dimana sudah mempelajari kitab-kitab arab seperti matan taghrib, bajuri dan I’anah.

Disela-sela pengajian, Teugku sering menceritakan tentang karamah-karamah yang dimiliki oleh ulama-ulama dan para wali.

Banyak sekali kisah-kisah seperti itu. Seperti ketika seorang ulama tidak ada ikan untuk dimakan, ulama tersebut mengambil jala, dan melemparkan jala (geumeujeu) di hadapan rumahnya, saat dia menarik jala tersebut makan akan tersangkut ikan-ikan yang besar.

Diantara sekian banyak cerita, ada satu cerita yang sangat menarik perhatian saya adalah cerita seorang ulama yang sedang belajar di Arab. Disela-sela belajar, saat istirahat mereka saling bercerita tentang makanan khas daerahnya. Ulama di arab bersikukuh mempertahankan bahwa buah kurma lah yang paling enak, dan buah kurma terdapat dalam hadis.

Karena tidak tahu lagi cara mematahkan argument temannya (karena merka belum pernah ke aceh), ulama aceh turun dari balai tempat pengajian, dan mengambil cabeung drien yang ada di depan dayahnya di Aceh. Geugulam geupe ek ateu balee,
Ban geurasa le ureung arab, mameh that boh drien aceh. 

Mengabil batang durian dari Aceh dibawa ke arab dalam jangka waktu 2 menit bukanlah perkara biasa, itu bagian dari karamah yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang terpilih.

Menurut sebahagian riwayat, dunia ini sangat sempit bagi mereka. Bepergian kemana pun  bias dengan sekejab mata. Sehingga pada suatu hari, seorang pernah bertanya pada Abu Woyla,
 Abu.. pakon neukuwin aki wate ne’eh?
Abu menjawab: Han jeut lon nyu.. bulut aki lon (ngon ie laot).
Hal seperti ini juga pernah terjadi dalam kisah hidup Abu tanoh Abe, dimana Beliau selalu menjinjing kitab setelah Shalat ashar, ketika ditanya dari mana kitab tersebut beliau menjawab itu kitab dari Arab. Maka tidak heran jiaka pustaka tanoh abe terdapat banyak sekali kitab.

 Keuramat ureung Aceh di era modern

Beda dulu dengan sekarang.  Namun keuramat dalam melampaui batas masih saja terjadi.
Bagaimana tidak, kemaren saja dikejutkan dengan berita seorang syeh besar bersurban mengibarkan bendera bintang bulan di Tanah suci.

Awalnya saya terheran-heran, kok aturan dirancang di Aceh bendera berkibar di arab.
Karena tidak habis pikir, saya update status di facebook:

Meuprang di Aceh merdeka di Arab.

Setalah tidak sanggup berpikir lagi, saya teringat dengan kisah-kisah diatas, ternyata jarak arab dan aceh masih seperti dulu.

Mungkin sang Syeh ingin mengibarkan bendera di depan DPRA, ehhh kesasar ke Arab.
Ya sudahlah,,, dari pada gak dapat apa-apa, umrah gak jadi lebih baik selfie kirim ke Serambi.. hehehehehe

#Brat keuramat neuh


EmoticonEmoticon