Kata keuramat di Aceh bukanlah kata yang asing. Saya
sudah terbiasa dengan kata keuramat semenjak Sekolah Dasar.
Saat melihat orang tua yang sedikit pendiam dan sering
memakai jibah putih kami akan saling berbisik:
Hai… ureung tuha nyan keuramat geuh…
Arti keuramat yang sebenarnya baru saya tahu saat sudah
SMA, dimana sudah mempelajari kitab-kitab arab seperti matan taghrib, bajuri
dan I’anah.
Disela-sela pengajian, Teugku sering menceritakan
tentang karamah-karamah yang dimiliki oleh ulama-ulama dan para wali.
Banyak sekali kisah-kisah seperti itu. Seperti ketika
seorang ulama tidak ada ikan untuk dimakan, ulama tersebut mengambil jala, dan
melemparkan jala (geumeujeu) di hadapan rumahnya, saat dia menarik jala tersebut
makan akan tersangkut ikan-ikan yang besar.
Diantara sekian banyak cerita, ada satu cerita yang
sangat menarik perhatian saya adalah cerita seorang ulama yang sedang belajar
di Arab. Disela-sela belajar, saat istirahat mereka saling bercerita tentang
makanan khas daerahnya. Ulama di arab bersikukuh mempertahankan bahwa buah
kurma lah yang paling enak, dan buah kurma terdapat dalam hadis.
Karena tidak tahu lagi cara mematahkan argument
temannya (karena merka belum pernah ke aceh), ulama aceh turun dari balai
tempat pengajian, dan mengambil cabeung drien yang ada di depan dayahnya
di Aceh. Geugulam geupe ek ateu balee,
Ban geurasa le ureung arab, mameh that boh
drien aceh.
Mengabil batang durian dari Aceh dibawa ke arab dalam
jangka waktu 2 menit bukanlah perkara biasa, itu bagian dari karamah yang
diberikan oleh Allah kepada orang-orang terpilih.
Menurut sebahagian riwayat, dunia ini sangat sempit
bagi mereka. Bepergian kemana pun bias
dengan sekejab mata. Sehingga pada suatu hari, seorang pernah bertanya pada Abu
Woyla,
Abu.. pakon neukuwin aki wate ne’eh?
Abu menjawab: Han jeut lon nyu.. bulut aki lon (ngon ie laot).
Hal seperti ini juga pernah terjadi dalam kisah hidup
Abu tanoh Abe, dimana Beliau selalu menjinjing kitab setelah Shalat ashar,
ketika ditanya dari mana kitab tersebut beliau menjawab itu kitab dari Arab.
Maka tidak heran jiaka pustaka tanoh abe terdapat banyak sekali kitab.
Keuramat ureung Aceh di era modern
Beda dulu dengan sekarang. Namun keuramat dalam melampaui batas masih
saja terjadi.
Bagaimana tidak, kemaren saja dikejutkan dengan berita
seorang syeh besar bersurban mengibarkan bendera bintang bulan di Tanah suci.
Awalnya saya terheran-heran, kok aturan dirancang di
Aceh bendera berkibar di arab.
Karena tidak habis pikir, saya update status di
facebook:
Meuprang di Aceh merdeka di Arab.
Setalah tidak sanggup berpikir lagi, saya teringat
dengan kisah-kisah diatas, ternyata jarak arab dan aceh masih seperti dulu.
Mungkin sang Syeh ingin mengibarkan bendera di depan
DPRA, ehhh kesasar ke Arab.
Ya sudahlah,,, dari pada gak dapat apa-apa, umrah gak
jadi lebih baik selfie kirim ke Serambi.. hehehehehe
#Brat keuramat neuh
EmoticonEmoticon